Ku tergugu disudut kamar. Ku hempaskan tubuhku dikasur tidurku. Sambil menatap langit-langit, kuhapus air mata yang terus mengalir membasahi pipiku, tak perduli matahari semakin tinggi, tak perduli pada bantalku yang basah karna genangan air mata. Diriku terbujur kaku, seakan jiwaku diselimuti awan hitam yang terus memudarkan sinar mentari. Lagi-lagi aku harus mendengar pertengkaran kedua orangtuaku tang tak pernah berujung mempertahankan argumen masing-masing dan tetap egois pada komitmennya.
Pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan dalam pikiranku, rasa ingin tau terus menyelimuti hatiku. "Apa mereka tak pernah peduli padaku?" pada seorang anak perempuan bertubuh mungil, dengan rambut lurus berwarna hitam yang selalu tertekan pada setiap kehidupan yang dihadapinya.
"Akankah mereka tau? setiap bentakkan mereka menusuk jantungku, caci maki yang mereka ucapkan merobek kulit tipis yang membalut tubuh kecilku?" Batinku tersiksa karenanya. Aku hanya terdiam bisu dalam sudut renung hatiku yang rapuh. Menerima semua keadaan garis takdir hidupku.
"Wulan...... Wulan......!!!!" Seketika lamunanku buyar dan perhatianku tertuju pada suara yang terus memanggilku.
"Iya, Ma..... Tunggu sebentar!!!" Bergegas kuhapus butiran mutiara yang membasahi pipiku, kuberanjak dari kasurku dan melangkah keluar kamar.
"Hari inikan hari minggu, mama mau pergi kegereja sedang papamu akan pergi mengaji bersama guru-guru diPesantren AL-IKHLAS. Jadi, kamu harus menjaga rumah ini sampai kami pulang" Perintahnya dengan raut muka yang masih penuh emosi yang membara. Aku hanya mengangguk. Mungkin ini adalah alasan keluargaku selalu ricuh, tidak pernah tentram dan aku pun tidak pernah merasakan hangatnya kasih sayang dari kedua orangtuaku. Perbedaan keyakinan yang dianut kedua orangtauku membuat mereka tidak pernah sepaham dalam berpikir dan bertindak. Ibuku seorang kristiani, sedang ayahku seorang muslim, dan diriku..... lebih tepatnya tidak memiliki agama. Aku takut jika ingin memilih hanya akan memperkeruh keadaan keluargaku sekarang.
Perjodohan yang dilakukan nenek dan kakek terhadap orangtuaku telah melahirkan bencana besar dalam hidup dan keluargaku. Sekarang gak ada yang bisa dipersalahkan, mungkin takdir keluargaku memang harus seperti ini.
Hari sudah gelap, matahari telah tertutup gelapnya malam, sinar-sinar bintang telah tampak menghiasi langit malam. Mataku pun seakan ingin terpejam untuk dapat merasakan sejuknya malam ini. Tetapi, itu sepertinya hanya akan menjadi anganku saja, karena orangtuaku telah kembali. Aku bergegas masuk kekamar dan membiarkan pintu ruang depan terbuka lebar, karena aku tak ingin mendengar apapun yang keluar dari bibir mereka nantinya.
*******
"Assalammualaikum..." Suara lembut dan syahdu itu menghentikan langkahku.
"Walaikumsalam!" Jawabku perlahan. Ya.... teman-teman disekolah mengenalku sebagai seorang muslim, walaupun aku tidak pernah mengikuti kegiatan yang berbau islami selama aku bersekolah disini 'SMA MUHAMMADIYAH'. Tetapi Aisyah, salah satu anggota keputrian disekolahku, selalu ramah padaku. hampir setiap pagi dia selalu menyapaku disekolah. aku sangat bahagia disini, dikelilingi oleh orang-orang yang peduli dan sayang padaku. inilah salah satu alasan aku mau mengakui diriku sebagai muslim disekolah.
"hai Wulan....! hati ini kamu koki lesu amat? pasti habis begadang lagi ya?" tanya Fitri sahabatku selama bersekolah disini.
"ah, biasa aja!" jawabku ketus, sambil menarik tangannya dan membawanya masuk kedalam kelas. fitri adalah sahabat yang paling mengerti diriku, walaupun dia tidak mengetahui seperti apa keadaan keluargaku yang sebenarnya, namun dia selalu membuatku bersemangat lagi dalam duniaku yang hampa.
Didalam kelas, kulihat seorang pria tinggi dengan kulit putih dan bola mata yang berwarna coklat sedang asyik mengobrol disudut kelas. pria itu bernama Achmad. dia pria yang sangat kukagumi, hanya pada waktu mengingat wajah dan senyumnya lukaku terobati seketika, rasa sakitku pun pulih kembali. dan dia juga sebgai pondasi pada bangunanku yang hampir roboh. karena terpaan ombak besar yang datang dari keluargaku sendiri yang menghempaskan diriku sampai pada penderitaan yang mendalam, tepatnya sebuah trauma akan kelamnya kehidupan.
Achmad............. mungkin hanya pria itu yang dapat membuatku tetap bertahan di sekolah ini, setidaknya itu yang kurasakan saat ini. kulangkahkan kaki ini perlahan memasuki ruang kelas, mencoba mendekati pria bermata coklat itu. jantungku berdetak kencang, seakan-akan jiwaku melayang bebas tanpa arah.
"wulan....!!!" suara yang terdengar cukup keras ditelinga itu telah menghentikan langkah kakiku dan mengurungkan niat ku untuk mendekati dan berusaha melihat wajah sang idolaku lebih dekat.
"tau gak, hari ini kita ada praktek shalat subuh! sebaiknya kamu harus mengambil wudhu dulu." kata fitri sambil berjalan medekati ku. kali ini aku benar-benar membisu, bahkan untuk menganggukkan kepala pun aku tak sanggup. wajah ku pucat pasi seketika, bibirku bergetar seolah mengekspresikan ketakutan yang amat sangat.
"loh! kok malah diam?????? ayo cepetan.... !"
paksa fitri sambil menarik tanganku tanpa menunggu jawaban dariku. fitri memang selalu bersemangat dalam hal apapun, tanpa memperdulikan perasaan ku saat ini, lebih tepatnya dia tidak mengetahui bahwa aku (wulan) tidak pernah mengerti dan tau apa itu shalat.
"bagaimana aku bisa melakukan sesuatu yang tidak pernah aku mengerti apa itu sebelumnya!"
pikirku dalam hati. aku berhenti tepat didepan ruangan yang bertuliskan TOILET. perlahan namun pasti kucoba untuk mengikuti setiap gerak-gerik dari fitri. aku gak mau kalau sampai mereka tau siapa diriku ini. karena itu hanya akan membuat aku semakin menderita karena kau tak yakin mereka dapat menerima jati diriku apa adanya. aku pun berhasil dengan sempurna dalam meniru teman-temanku agar semuanya terlihat normal.
akan tetapi masalah belum berhenti sampai disini, sekarang mulailah puncak masalahku tiba. segera ku beranjak keluar dari toilet dan bergegas meninggalkan fitri. dengan perasaan kacau balau, aku berlari sekuat tenaga sambil berfikir untuk merencanakan apa yang jarus aku perbuat saat ini.
"jika aku selalu menghindar, maka .......... ah, tidak mungkin lagi!" pikirku dalam hati, karena aku enggak mungkin selalu memilih berjalan dijalan yag sama setiap waktu
"bagaimana jika terjadi sesuatu pada jalan itu?????? dan aku...." seketika aku tesadar didalam duniaku yang maya. akan tetapi mau tak mau untuk kali ini aku harus mengikuti ujian praktik shalat subuh ini, kaerna aku mereka akan curga pada ku. meskipun begitu berat, kulangkahkan kaki ini menuju mushala, disana kulihat teman-teman sekelas ku sedang bersiap-siap memakai mukena dan perlengapan shalat lainnya.
Tiba-tiba sari mengagetkanku. " kamu kenapa wulan?" tanyanya menambah kecemasanku.
"gak apa-apa kok!" jawabku pelan.
" tapi, wajah kamu pucat sekali! apa kamu sakit?" aku hanya diam, seakan aku tak bernyawa dalam detak jantungku dan memaksaku untuk terus memperhatikan apa yang mereka lakukanmeski pandanganku nanar. dengan detak jantungku yang semakin berdegup kencang, aku menunggu giliran namaku dipanggil.
"Oups....!" wajahku semakin pucat pasi, tubuhku berkeringat dingin, seketika jantungku berhenti berdetak.
"sebentar lagi giliranku! apa yang mesti aku lakukan? bagaimana jika mereka tau seperti apa aku yang sebenarnya? apa mereka akan memusuhiku?" bertubi-tubi pertanyaan bermunculan dibenakku.
tiba-tiba pandanganku tertuju pada orang yang selama ini menjadi benteng pertahanan hidupku. bibir tipisnya merekahkan senyuman, seakan-akan dia memberiku semangat.
"assalammualaikum..." sapa seorang anak cowok berkacamata, salah seorang siswa disekolahku. seketika pandangan kami tertuju padanya.
"walaikumsalam..." jawab kami serentak.
"maaf pak! ada orang tua siswa yang ingin bertemu bapak." ucap anak itu seraya meminta ijin untuk kembali kekelasnya.
"wulan..." tubuhku terbujurkaku seketika, sekarang giliranku
" ii...ya pak!" jawabku gugup
"berhubung ada tamu yang menunggu bapak, jadi giliran kamu ditunda sampai pertemuan yang akan datang." saat mendengar pernyataan itu, seketika mentari berpihak lagi padaku dan tak pernah lelah menyinari gelapnya jiwaku yang selalu menjerit lirih.
"hhhhh.... syukurlah!" bisikku pelan. mungkin saat ii aku masih bisa bernapas lega kembali, tepatnya sampai hari dimana aku harus kembali memainkan peranku.
*******
Kuayunkan kaki dipojok teras musholla. memutar otak berusaha untuk mencari jawaban dari semua masalah yang kuhadapi ulai dari keluarga, sekolahku, dan masalah-masalah lain yang terus menghantui pikiranku. kulihat sosok idolaku tengah asyik membaca dipojok teras lainnya. kucoba beranikan diri untuk mendekat padanya.
"assalammualaikum..." sapaku. dengan senyum dia menjawab salamku.
"walaikumsalam..." suasana hening sejenak.
"hmm... maaf kalau aku ganggu kamu1" kataku pelan
"gak kok, kamu gak ganggu! ada apa?" tanyanya padaku.
"aku boleh curhat gak?" tanyaku singkat dengan wajah penuh harapan.
"kenapa gak, selagi kamu percaya sama aku, kamu boleh kok cerita apa aja!" jawabannya itu membuat setengah beban dipundakku terasa hilang.
" tapi aku mohon kamu tidak menceritakan masalahku ini pada siapa pun! cukup kamu saja yang tau!" setelah membuat janji padanya, aku pun mulai menceritakan semua masalah yang selama ini terus menerus membebaniku.
sebenarnya aku malu menceritakan semua masalahku pada achmad, orang yang selama ini menjadi bentang pertahanan hidupku, tapi entah kenapa aku yakin kalau achmad adalah orang yang tepat untukku beragi dan menurutku, achmad termasuk orang yang dapat dipercaya. butir-butir mutiara kembali membanjiri pipi chubbyku, begitu perih yang kurasakan. achmad memberikan saputangannya padaku. kulihat wajahnya seperti sangat mengerti betul apa yang sedang aku rasakan selama ini.
"apa yang dapat aku lakukan untukmu?" tanya achmad.
"apa kamu mau mengajari aku sholat untuk praktik sholat subuh minggu depan?" pintaku, jantungku kembali berdegup kencang, kedua bola mataku memandang dalam wajahnya, seketika kulihat dia menundukkan kepala.
" gak apa-apa kalau memang kamu tidak mau, aku......" ucapanku terhenti, achmad memotong omonganku.
"aku berjanji akan mengajarimu sholat!" ucapannya itu sngguh membuatku merasa senang, kristal-kristal bening itu kembali pecah, tapi kali ini bukan karena perihnya hati dan jiwaku, tapi karena aku mendengar pernyataan tulus achmad, dia benar-benar akan membantuku.
"udahan dong, jangan cengeng gitu!" ledeknya, seketika senyuman kami pun memecah.
tett......tett......tett...... bel tanda pergantian pelajaran telah berbunyi, aku dan achmad bergegas kembali kekelas.
selama pelajaran biologi berlangsung, aku mulai merasa otakku kembali berfungsi menerima materi-materi yang diberikan, seakan-akan aku menemukan kembali semangat hidupku yang baru. penatnya jiwaku, perihnya hati dan batinku seakan mulai memudar.
saat istirahat kedua tiba, kulirik jam yang terpasang rapi dipergelangan tanganku, sudah jam 12:30, kulihat teman-temanku bergegas menuju mushola untuk melaksanakan sholat zuhur.
"kamu gak sholat..?" Suara Achmad mengagetkanku, ternyata dia telah berdiri disampingku.
"aku kan gak bisa!" jawabku sambil menoleh kearahnya.
"gak ada yang gak bisa! ayo kita keMusholla." ucapnya sambil tersenyum. aku dan Achmad menyusuri koridor sekolah menuju mushola, meski aku merasa ragu tapi tiba-tiba keraguanku itu hilang dengan sekejap.
untuk pertama kalinya aku melaksanakan sholat, meskipun aku tidak khusuk tapi aku benar-benar serius memperhatikan teman-temanku yang sedang sholat. selesai sholat aku pun berdoa.
"ya, Allah.... apa ini takdir yang kau gariskan dalam hidupku? inikah agama yang akan menuntunku menuju jalan-Mu?" setelah selesai berdoa, ku langkahkan kaki keluar dari musholla. sayup-sayup ku dengar lantunan merdu ayat-ayat suci Al-Quran dibacakan begitu syahdu dan begitu nikmat didengar ditelingaku.
Bersambung.................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar